Oleh : IL
Bacaan: Mazmur 131
Dunia mengagung-agungkan hal-hal materi, pencapaian-pencapaian dunia, dan hal-hal yang sifatnya sementara.
Dan ketika hal-hal tersebut telah berhasil diraih, seseorang cenderung menja di tinggi hati, merasa diri hebat, merasa semua adalah karena kekuatannya sendiri, merasa diri lebih dari yang lain, dan mulai memandang orang lain lebih rendah.
Namun Daud, dalam Mazmur 131 menegaskan bahwa ia tidak tinggi hati, ia tidak memandang dengan sombong, ia tidak mengejar hal-hal yang terlalu besar.
Ada penafsir yang menuliskan bahwa mazmur ini ditulis Daud untuk mengcounter, melawan tuduhan-tuduhan musuh-musuhnya.
Dalam beberapa mazmur, Daud mengeluh tentang lidah dusta dan penipu. (Mazmur 52, 109, 120)
yaitu perkataan musuh-musuh politiknya yang berusaha menjatuhkannya dengan segala cara.
Musuh-musuh politik Daud membisikkan kepada raja Saul, hal-hal bohong tentang Daud, mereka menceritakan seakan-akan Daud sangat berambisi merebut takhta dari raja Saul, menuduh Daud mengumpulkan dan melatih pengikut-pengikutnya menjadi warrior-warrior, orang-orang yang gagah perkasa dengan tujuan mengkudeta raja Saul..melakukan persepakatan melawan raja Saul.
Dan raja Saul menerima kebohongan tersebut sebagai kebenaran.
Apakah yang dimaksud dengan tidak mengejar-ngejar hal-hal yang terlalu besar?
Apakah artinya tidak perlu berusaha keras, atau hidup sekedarnya saja?
Ternyata tidak… Dalam hidupnya, Daud bekerja begitu keras dan selalu produktif.
Pada masa remajanya, ia melakukan dengan sungguh-sungguh tugas sebagai gembala domba, untuk memelihara kambing domba milik ayahnya, Isai. Daud dengan kesungguhan hati merawat, membawa domba-dombanya tersebut ke padang rumput terbaik, melindungi domba-dombanya dari ancaman binatang buas, bahkan ia sampai pasang badan mempertaruhkan nyawanya sendiri demi melindungi kawanan domba peliharaannya tersebut.
1 Samuel 17:34-35
Tetapi Daud berkata kepada Saul: “Hambamu ini biasa menggembalakan kambing domba ayahnya. Apabila datang singa atau beruang, yang menerkam seekor domba dari kawanannya, maka aku mengejarnya, menghajarnya dan melepaskan domba itu dari mulutnya. Kemudian apabila ia berdiri menyerang aku, maka aku menangkap janggutnya lalu menghajarnya dan membunuhnya.
Dalam masa-masa menjadi gembala tersebut pun, Daud terus melatih dan mengembangkan dirinya.
Keahliannya menggunakan umban bukan diperoleh dalam waktu singkat, namun hasil dari ketekunannya berlatih.
Dan ternyata hal itu kemudian Tuhan pakai untuk menjatuhkan Goliat, raksasa Filistin yang melecehkan Tuhan.
Hari-hari Daud, selalu diisi bukan saja dengan hal-hal produktif, namun yang terpenting adalah Daud melakukannya bukan untuk ambisi pribadi.
Ketika masa-masa sulit dalam pelarian ke Gua Adulam karena dikejar-kejar raja Saul, di tempat itu Tuhan memakau Daud untuk menjadi mentor bagi orang-orang terbuang, sampah masyarakat diubah menjadi pahlawan-pahlawan yang gagah perkasa, mempersiapkan orang-orang untuk dipakai menjadi alat di tangan Tuhan.
Ketika telah tiba saatnya Daud menerima kepercayaan menjadi raja, pemimpin Israel..Daud pun melakukan dengan sungguh-sungguh panggilan Tuhan tersebut, menggembalakan umat Tuhan, membawa kepada penyembahan kepada Tuhan, dan juga mengalahkan musuh-musuh Israel sehingga semua ditundukkan. Kerinduan terbesar Daud adalah pribadi Tuhan sendiri (Mazmur 73:25)
Setelah deklarasi Daud bahwa ia tidak berambisi mengejar hal-hal duniawi, Daud menutup Mazmur 131 ini dengan sebuah penjelasan yang menarik.
Sesungguhnya, aku telah menenangkan dan mendiamkan jiwaku; seperti anak yang disapih berbaring dekat ibunya, ya, seperti anak yang disapih jiwaku dalam diriku.
Seperti anak yang disapih, yang tidak lagi menginginkan air susu ibunya, demikianlah Daud menggambarkan…bagaimana jiwanya dapat diam tenang, karena Daud telah dipuaskan oleh Tuhan, bukan oleh hal-hal dunia yang sementara.
Daud mengajak seluruh umat Tuhan untuk tetap dan terus berharap kepada Tuhan.
Berharaplah kepada TUHAN, hai Israel, dari sekarang sampai selama-lamanya!
Aplikasi:
- Apakah ada kesombongan dalam hati kita yang tidak kita sadari?
Merasa semua pencapaian saat ini adalah karena kuat gagah kita?
Mulai memandang orang lain sebelah mata, menganggap lebih rendah karena hal materi, kepandaian, kemampuan atau bahkan dalam hal rohani. - Apakah ambisi terbesar dalam kehidupan kita?
Apakah untuk hal-hal sementara di dunia ataukah untuk hal-hal yang bernilai kekal?
Apakah untuk kepentingan kerajaan pribadi, atau untuk kepentingan Kerajaan Allah? - Apakah jiwa kita masih gundah gulana.. mencari kepuasan dari hal-hal di dunia?
Apakah kita sudah mengalami pertemuan dengan Allah, mengalami pemulihan hubungan dengan Pencipta kita?
Apakah kita terus membangun hubungan dengan Tuhan sehingga jiwa kita dapat diam tenang, karena dipuaskan oleh Allah Bapa kita..?
Mazmur 17:15 (FAYH)
Namun bagiku, yang memuaskan aku bukanlah kekayaan, melainkan kesempatan untuk memandang Engkau dan keyakinan bahwa hubungan kita baik. Dan apabila aku terbangun di surga, maka sempurnalah kepuasanku karena aku akan berhadapan muka dengan Engkau.